BAGIAN I
KELUARGA DAN MEDIA
Keluarga sebagai media sosialisasi dalam pembentukan
kepribadian dan merupakan media awal dari suatu proses
sosialisasi. Begitu seorang bayi dilahirkan, ia sudah berhubungan dengan kedua orang tuanya, kakak-kakaknya,
dan mungkin dengan saudara dekat lainnya. Sebagai anggota keluarga yg baru di lahirkan, ia sangat
tergantung pada perlindungan dan bantuan anggota-anggota keluarganya. Proses sosialisasi awal
ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yg diajarkan oleh
orang-orang dekat sekitar lingkungan keluarganya, seperti belajar makan, berbicara,
berjalan, hingga belajar bertindak dan berperilaku.
Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk
mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yg benar melalui
penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yg baik bagi si anak.
Oleh karena itu, orang tua sangat berperan untuk :
1. selalu dekat dengan anak-anaknya,
2. memberi pengawasan dan pengendalian yg wajar,sehingga
jiwa anak tidak merasa tertekan,
3. mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan
salah,baik dan buruk,pantas dan
tidak pantas dan sebagainya,
4. ibu dan ayah dapat membawakan peran sebagai orang tua yg
baik serta menghindarkan
perbuatan dan perlakuan buruk serta keliru di hadapan
anak-anaknya,dan
5. menasihati anak-anaknya jika melakukan kesalahan serta
menunjukkan dan mengarahkan
mereka ke jalan yg benar.
Apabila terjadi suatu kondisi yg berlainan dengan hal di
atas, maka anak-anak akan mengalami
kekecewaan.kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal
antara lain:
1. orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya,terlalu sibuk
dengan kepentingan-
kepentingannya,sehingga anak merasa diabaikan,hubungan anak
dengan orang tua menjadi
jauh,padahal anak sangat memerlukan kasih saying mereka, dan
2. Orang tua terlalu memksakan kehendak dan gagasannya
kepada anak sehingga sang anak
menjadi tertekan jiwanya.
Dalam lingkungan keluarga kita mengenal dua macam pola
sosialisai, yaitu dengan cara represif (repressive socialization) yg mengutamakan adanya ketaatan
anak pada orang tua dan cara partisipasi (participatory socialization) yg mengutamakan
adanya partisipasi dari anak.
1. Sosialisasi represif (repressive socialization) antara
lain:
a. menghukum perilaku yg keliru,
b. hukuman dan imbalan material
c. kepatuhan anak.
2. Sosialisasi partisipasi (participatory socialization)
antara lain:
a. Otonomi anak
b. Komunikasi sebagai interaksi
c. Komunikasi verbal.
Keseluruhan sistem belajar mengajar bsebagai bentuk sosialisasi
dalam keluarga bisa disebut sistem pendidikan keluarga.Sistem pendidikan keluarga
dilaksanakan melalui pola asuh yaitu suatu pola untuk menjaga,merawat,dan membesarkan anak, Pola
ini tentu saja tidak dimaksudkan pola mengasuh anak yg dilakukan oleh perawat atau baby
sitter,seperti yg sering dilakukan oleh kalangan keluarga elit/kaya di kota-kota besar.
Pola mengasuh anak di dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh
system nilai,norma,dan adat istiadat yg berlaku pada masyarakat tempat keluarga
itu tinggal. Jadi, kepribadian dan pola perilaku yg terdapat pada berbagai
masyarakat suku bangsa sangat beragam coraknya.
ANALISIS :
Pepatah menyatakan “Anak adalah titipan dari yang kuasa”
seperti juga pujangga besar Khalil
Gibran, dalam sebuah puisinya yang sangat popular
menyebutkan”…. Mereka adalah putra putri
kehidupan. Dari kita mereka ada…tetapi mereka bukanlah milik
kita…..dst .
Sesungguhnya, setiap manusia (anak atau dewasa), memiliki
hak-hak yang melekat sejak dia
menghirup oksigen di muka bumi ini. ”. Ironisnya, banyak
orang tua yang sering memperlakukan
anak-anak mereka dengan semena-mena, otoriter, dengan
anggapan, sampai kapanpun anakku
adalah anak-anak, yang harus menuruti segala kehendak orang
tua. Walaupun yang disebut anak
itu mungkin saat ini telah memiliki anak-anak mereka
sendiri.
Orang tua = hakim ??
Setiap anak memiliki karakter yang berbeda, maka mendidik
anak adalah seni kehidupan yang
sangat unik dan spesifik.
Setiap hari menyaksikan ulah anak-anak, dan begitu kenakalan
terjadi, hati dan pikiran kita
bereaksi, mau diapain anak ini? Cukup diberi pengertian?
Atau diperingatkan keras? Atau harus
dicubit? Atau …..?
Saat itulah kita siap memvonis bagai seorang hakim. Maka,
emosi, kebijaksanaan dan wawasan
berpikir sebagai orang tua sangat menentukan, apakah anak
merasa diperlakukan secara wajar
dan adil oleh orang tuanya terhadap ulah mereka.
Pada sebuah seminar, ada seorang peserta yang bertanya
tentang bagaimana kami mendidik
anak? Dengan cara baru atau lama? Nah lho, mendidik anak
dengan cara baru? (setiap anak
melakukan kesalahan, cukup diberi pengertian). Dan cara
lama? Dengan pukulan atau kekerasan!
Menurut saya, mendidik anak tidak ada cara baru atau lama.
Karena kita yang paling tau karakter
anak-anak kita, maka cara apapun, asal tidak ekstrim, tidak
masalah.
Apakah dalam mendidik anak perlu dipukul? Atau tindakan
fisik?
Bagi saya, bila memang diperlukan, bisa saja dilakukan
pemukulan (bukan dalam taraf
membahayakan). Sekali lagi, kita lah yang paling tau
karakter anak sendiri, selama niatnya baik
dan kemudian diberi pengertian benar, saya yakin, sebuah
pendidikan tidak berbatas pada vonis
pemukulan berarti tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Tetapi lebih dari itu, mendidik anak
berarti menghantar mereka dalam pembentukan karakter dan kepribadian
sebagai bekal menjadi
diri mereka sendiri. Sehingga dikemudian hari, mereka mampu
tampil sebagai pribadi yang baik,
berguna bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Karena setiap anak memiliki karakter khas yang berbeda satu
sama lain, maka temukan metode
dan mendidik anak sesuai dengan karakter mereka
masing-masing sehingga anak tidak hanya
mampu memperbaiki diri dari sebuah kesalahan tetapi juga
terdorong untuk senang secara terus-
menerus mengembangkan sisi baiknya.
Penutup.
Keluarga adalah basis pendidikan yang paling utama, dan
orang tua merupakan figure utama
pendidik dalam keluarga. Keteladanan orang tua merupakan
pola pendidikan yang paling
ringkas, simple dan efektif. Kasih sayang dan komunikasi
antar anggota keluarga ditambah
dengan contoh nyata dari figure orang tua merupakan unsur
penting dalam mendidik buah hati
kita. Orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang
disegani, ditaati dan diteladani oleh anak-anaknya.
BAGIAN II
MEDIA DAN ANAK
Media dalam
komunikasi berasal dari kata “mediasi” karena hadir diantara pemirsa dan
lingkungan. Istilah ini serig digunakan untuk menyebutkan madia massa.
Media massa
Media masaa atau pers adalah suatu istilah yang mulai
digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara
khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang sangat luas.
Anak
Lalu anak, yang dimaksud anak itu berkisaran dari berapa:
Menurut WHO anak adalah usia mulai
dari 0-17 tahun.
Menurut Depkes 2009 anak adalah usia mulai dari 5-11 tahun.
Lantas
bagaimana media dan anak pada era globalisasi saat ini? apakah berdampak
positif atau negatif?
Efek Televisi pada anak:
Efek positif :
-
informasi
dan ide yang membuat anak berkembang dalam berpikir
-
Memotivasi anak dari berbagai bidang keilmuan
yang dilihat (dokter,guru, pilot dll)
-
Mengetahui kejadian terkini lebih luas
-
Hiburan sesuai selera (kartun, game dll)
Efek negatif :
-
Menyita waktu belajar anak
-
Membuat anak menjadi konsumtif dan herdonik
karena terbawa oleh iklan dan tayangan di TV
-
Membuat anak jadi malas bergerak dan bermain
diluar
-
Terpengaruh oleh tayangan yang bebas seperti
perkelahian, pacaran, bermusuhan, konflik dll.
Efek radio pada anak :
Positif:
- edukasi dan informasi
-
pembendaharaan lagu anak
-
hiburan waktu luang anak
negatif :
-
sama halnya dengan majalah radio khusus anak
tidak memberi dampak negatif, berbeda jika anak mendengar radio dangdut, radio
dewasa, dll yang kontennya memang bukan untuk anak.
Efek majalah pada anak:
Efek positif : majalah khusus anak memberikan;
-
Edukasi dan informasi
-
Membuat anak lebih kreatif
-
Memberi hiburan sesuai usia
Efek negatif : majalah khusus anak;
Tidak memberikan efek negatif karena sudah disesuaikan
dengan usia anak, berbeda jika anak membaca majalah diluar usia mereka maka
berdampak pada psikologis anak (berita kekerasan, iklan dewasa dll).
Efek sosial media pada anak:
Positif:
-
Mengembangkan keterampilan
-
Memperluas jaringan
-
Menambah informasi terkini
-
Hiburan
Negatif:
-
Menyita waktu belajar
-
Mudah mengakses informasi negatif
-
Mudah terpengaruh hal-hal negatif
-
Merusah tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar karean media sosial kebanyakan menggunakan tatanan bahasa yang tidak baku
atau informal.
Lantas bagaimana perbedaan anak jaman dulu dan zaman sekarang?
DULU
|
KINI
|
Main petak umpet, main karet, kelereng
|
Main gadget, games, games online, sosial media
|
Baju sesuai usia anak-anak
|
Mengikut tren anak remaja
|
Anak-anak mendengarkan lagu anak-anak
|
Anak-anak mendengarkan lagu anak remaja
|
Sopan, lembut, ramah hormat pada orang tua
|
Apatis, mudah marah dan sensitif
|
QUESTION AND ANSWER
Question 1
Apakah media TV di Indonesia lebih
banyak berdampak positif atau malah berdampak negatif? Jika positif maka itu
bagus dan menunjukan pertelevisian di Indonesia sudah sesuai pada semestinya
tapi jika malah lebih banya negatifnya lalu bagaimana? Apakah penayangan
tayangan yang beredar di Tv tersebut tidak melalui proses apapun? Adakah cara
yang bisa dilakukan?
Answer : jika
kita lihat kenyataannya saat ini pertelevisian di Indonesia belum bisa seimbang
dan mandiri dalam berideologi. Terbukti karena mereka kebanyakan lebih memilih rating daripada tujuan Tv sebagai media
massa yang bukan hanya sebagai tempat untuk mendapatkan hiburan. Kita juga tahu
suatu tayangan baik itu, sinetron, FTV, atau lainnya, semuanya tentu dikerjakan
oleh banyak orang dengan proses yang lama untuk sampai pada proses penyiaran
langsung dengan teruji telah lulus sensor.. kita tidak bisa melupakan itu. Hanya
saja saat ini permasalahan yang terjadi adalah media TV tidak bisa memberikan
waktu-wakrtu yang sesuai dengan tayangan mereka. Jika saja pembedaan waktu
tayangan disesuaikan mungkin tontonan akan seimbang antara waktu untuk
anak-anak SD, remaja atau pun dewasa.
Question 2
bagaimana peran orangtua yang
dimana merupakan orang pertama yang memberikan fasilitas gudget tersebut?
Answer : di zaman sekarang orangtua tidak bisa mengelak dari
kemajuan dunia teknologi, apalagi untuk keperluan informasi. Terkadang orang
tua juga ada yang memberi mereka fasilitas tersebut dikarenakan tidak ingin
anaknya ketinggalan zaman dan menjadi cemoohan teman-temannya yang sudah
mempunyai gudget atau minimal android. Disinilah peran orang tua yang harus
paling depan melaju, orang tua dituntut harus lebih maju dan lebih pintar
dibandingkan anaknya. Beri dia wawasan tentang apa-apa saja yang dibolehkan
anaknya dalam penggunaan fasilitas gudget tersebut, batasi pemakaiannya tanpa
membuat anak merasa dikekang dan merasa bahwa orang tuanya tidak
mempercayainya. Lalu bekali dia dengan ilmu agama, jika anak sudah tahu
kewajibannya sebagai seorang muslin saya kira dia akan tahu caranya membagi
waktu antara pemakaian gudgetnya tersebut, dia juga akan tahu apa-apa saja
tindakan yang haram dan berdosa jika dilakukannya.
Question 3
lalu bagaimana tanggapan anda terhadap
kebijakan pemerintah dalam hal ini?
Answer : menurut saya kebijakan pemerintah sudah ada dan
sudah berjalan hanya saja dalam realita dan pencapaiannya itu belum tercapai. Kita
tidak bisa menyalahkan pemerintahan begitu saja, karena dalam tindakannya
mereka yang diwakili oleh KPI sudah melakukannya yang terbaik. Kita suka
melihat pada tayangan-tayangan TV baik di akhir acara atau diawal acara ada
tulisan “ TELAH LULUS SENSOR” itu tandanya tayangan tersebut layak untu
disiarkan. Hanya saja media TV yang berpegang kuat dalam prakteknya selalu
tidak sesuai dan lebih mementingkan rating.
KESIMPULAN
Kita tidak bisa menghidarkan anak dari perkembangan era
globalisasi namun kita bisa menyaring dan mengambil hal positif dari
globalisasi serta memberi benteng yang kuat pada anak jika kita menghindar
tidak menutup kemungkinan akan semakin tertinggal dari berbagai aspek. Disinilah
peran orang tua akan menjadi penentu apakah akan terbawa arus atau tetap
dijalur dengan menyeimbangkan kehidupan di masa depan anak-anaknya.
BAGIAN III
HIBURAN SEBAGAI EFEK MEDIA
HIBURAN SEBAGAI EFEK MEDIA
DEFINISI ARTI HIBURAN & EFEK MEDIA
HIBURAN :
-AKTIVITAS HIBURAN MENCERMINKAN NILAI-NILAI DAN KONDISI MASYARAKAT
-KEGIATAN YANG DILAKUKAN UNTUK MEMPEROLEH KEBAHAGIAN ATAU KEPUASAN JIWA SESEORANG
-HIBURAN DAPAT BERUPA KOMEDI,DRAMA,TRAGEDI,MUSIK,PERMAINAN DAN BERBAGAI AKTIVITAS ATAU LAINNYA
EFEK MEDIA :
perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Menurut
Donald F. Robert (Schramm dan Roberts: 1990)[1] Karena fokusnya pada
pesan, maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media
massa tersebut. Efek media juga diartikan sebagai dampak dari kehadiran
sosial yang dimiliki media, yang menyebabkan perubahan pengetahuan,
sikap dan tingkah laku manusia, akibat terpaan media.
EFEK HIBURAN:
- ARTI PENTING ENTERTAINMENT
- FEELING GOOD
- RELIEF SEEKING
- DISPOSISI
- ENJOYMENT DARI KETEGANGAN
- VIOLATION THEORY OF VIOLENCE
- SUASANA MENONTON
- ESCAPISM
EFEK MEDIA YANG MEMPENGARUHI MANUSIA
- Efek Primer, yaitu efek yang ditimbulkan karena adanya terpaan, perhatian dan pemahaman. Jika manusia tidak bisa lepas dari media massa, maka efek yang ditimbulkan sungguh-sungguh terjadi. Semakin memahami apa yang disampaikan oleh media, maka semakin kuat pula efek primer yang terjadi. Contoh terjadinya efek primer adalah, saat media menayangkan atau menulis berita mengenai maraknya polisi ditembak oleh orang tidak bertanggung jawab. Maka di saat yang sama, masyarakat tertarik menyimak berita itu dengan saksama.[5]
- Efek Sekunder, yaitu efek yang ditimbulkan karena adanya perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap) dan perubahan prilaku (menerima dan memilih). Yang termasuk dari efek sekunder adalah prilaku penerima yang ada dibawah kontrol langsung si pemberi pesan. Efek sekunder diyakini lebih menggambarkan realitas yang sungguh-sungguh terjadi di masyarakat. Salah satu bentuk efek sekunder adalah efek dari teori penggunaan dan kepuasan, atau uses and gratifications, yang memfokuskan perhatian pada audience atau masyarakat sebagai konsumen media massa, dan bukan pada pesan yang disampaikan. Dalam perspektif teori tersebut, audience dipandang sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, meski tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama. Contoh terjadinya efek sekunder adalah, saat media mengulas tentang peristiwa penembakan polisi oleh orang yang tidak bertanggungjawab, maka reaksi masyarakat begitu beragam. Mereka lebih berhati-hati. Tak hanya polisi yang membekali diri [6], masyarakat pun akhirnya melakukan hal serupa, yaitu membekali diri mereka dengan membeli rompi dan helm anti peluru. Terbukti, bahwa tingkat penjualan rompi dan helm anti peluru, mengalami peningkatan.[
TEORI-TEORI EFEK MEDIA
Periode 1930-1950, dikenal sebagai Efek Tak Terbatas atau Unlimited Effects
Pada periode tersebut, dunia tengah diguncang perang dunia pertama dan
perang dunia kedua. Di masa itu, media dianggap memiliki efek tidak
terbatas, karena memiliki efek yang besar ketika menerpa masyarakat.
Periode ini juga dikenal dengan periode teori masyarakat massa
Periode 1950-1970, dikenal sebagai Efek Terbatas atau Limited Effect
Pada periode ini, media massa sudah tidak memiliki kekuatannya lagi,
sebagaimana periode teori masyarakat massa atau periode efek tidak
terbatas. Karena setelah berakhirnya perang, masyarakat tidak mudah
dipengaruhi oleh isi pesan media massa.
Periode 1970-1980an, dikenal sebagai Efek Moderat atau Not so Limited Effect
Masyarakat yang semakin modern, semakin mampu menyaring efek yang
ditimbulkan media massa. Artinya, banyak variable yang turut
mempengaruhi proses penerimaan pesan, yaitu tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kebutuhan dan sistem nilai yang dianut masyarakat itu
sendiri
kesimpulan
Sedemikian dahsyatnya efek media pada manusia. Komunikasi massa
berhasil mempengaruhi masyarakat mulai dari efek kognitif (pengetahuan),
afektif (emosional dan perasaan) dan behavioral (perubahan pada
prilaku). Namun pada dasarnya, efek yang ditimbulkan tersebut tidak akan
pernah bisa berdiri sendiri, karena ada beberapa faktor yang
mempengaruhi. Karena saat masyarakat menerima pesan, mereka tidak
langsung menerimanya, namun menyaring pesan tersebut, dengan berpikir
dan mempertimbangkannya. Karena masih ada faktor pribadi dan faktor
sosial, yang menentukan seberapa besar efek media massa pada perubahan
sikap dan prilaku manusia.[3]
Sejatinya, manusia hidup dalam dunia yang dipenuhi berbagai kebutuhan
dan kepentingan, dimana media memiliki peran besar didalamnya. Apa yang
dilakukan oleh masyarakat, mungkin tidak secara langsung akibat dari
pengaruh media. Namun tidak dapat dibantah, bahwa masyarakat global akan
semakin tergantung pada media. Karena pada dasarnya, manusia di muka
bumi ini, tinggal dalam global village atau desa global, karena besarnya
pengaruh media massa dalam kehidupan sehari-hari manusia.
BAGIAN IV
MEDIA, GAYA HIDUP, DAN KONSUMERISME
Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern. Maksudnya adalah siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.
Kelas-kelas
sosial dalam dunia modern dilukiskan dan dilembagakan. Pemilihan
kelompok tersebut disadari oleh pelaku maupun orang lain, melalui
ciri-ciri gaya hidup yang disimbolkan dengan material. Featherstone
membagi gaya hidup menjadi tiga tipe, yakni:
Melihat konsumerisme sebagai cara atau tahapan tertentu perkembangan kapitalis
Hubungan antara penggunaan dan benda dan cara-cara melukiskan status
Kreatifitas praktik-praktik konsumen-estetika konsumsi
TEORISASI GAYA HIDUP
Kelas-kelas
sosial dalam dunia modern dilukiskan dan dilembagakan. Pemilihan
kelompok tersebut disadari oleh pelaku maupun orang lain, melalui
ciri-ciri gaya hidup yang disimbolkan dengan material. Featherstone
membagi gaya hidup menjadi tiga tipe, yakni:
Melihat konsumerisme sebagai cara atau tahapan tertentu perkembangan kapitalis
Hubungan antara penggunaan dan benda dan cara-cara melukiskan status
Kreatifitas praktik-praktik konsumen-estetika konsumsi
Uang ikut
berpartisipasi dalam pembentukan “gaya hidup” masyarakat yang oleh
Simmel diberikan tiga buah konsep, yaitu jarak, ritme, dan simetri.
Karakter uang yang bersifat mobile dan impersonal cenderung mendukung
terjadinya asosiasi yang berjarak dan berada dalam kepentingan yang
sangat terbatas.
Di sisi
lain uang cenderung mempercepat dan mengatur ritme masyarakat, terutama
dalam masalah ekonomi karena pembentukan sistem moneter akan mempercepat
terjadinya pertukaran. Selanjutnya dengan homogenisasi pasar kerena
penurunan harga barang mewah, berarti uang ikut berpartisipasi dalam
memperbandingkan kelas-kelas sosial, menumbuhkan fenomena-fenomena
peniruan (imitasi) dan membedakan serta menekankan pengaruh cara tipikal
masyarakat-masyarakat urban.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GAYA HIDUP
Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua faktor
yang mempengaruhi gaya hidup, yaitu dari dalam diri individu (internal)
dan luar (eksternal)
Faktor Internal
1. Sikap
Sikap
berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk
memberikan tanggapan terhadap sesuatu. Melalui sikap, individu memberi
respon positif atau negatif terhadap gaya. Keadaan jiwa dipengaruhi oleh
tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
2. Pengalaman dan pengamatan
Pengalaman
mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku. Pengalaman diperoleh
dari tindakan di masa lalu. Hasil dari pengalaman sosial membentuk
pandangan terhadap suatu objek. Seseorang tertarik dengan suatu gaya
hidup tertentu berdasarkan pengalaman dan pengamatan.
3. Kepribadian
Kepribadian
adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang
menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu. Kepribadian
mempengaruhi selera yang dipilih seseorang, sehingga mempengaruhi pula
bagaimana gaya hidupnya.
4. Konsep diri
Konsep
diri menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image
merk. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat
terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian
akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan
hidupnya.
5. Motif
Perilaku
individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan
kebutuhan terhadap. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan
prestise itu besar, maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung
mengarah kepada gaya hidup hedonis.
6. Persepsi
Persepsi
adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti
mengenai dunia.
Faktor Eksternal
1. Kelompok referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
2. Keluarga
Keluarga
memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan
perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk
kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.
3. Kelas sosial
Kelas
sosial juga mempengaruhi gaya hidup. Ada dua unsur pokok dalam sistem
sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan dan peran.
Hierarki kelas sosial masyarkat menentukan pilihan gaya hidup.
4. Kebudayaan
Kebudayaan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang
dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri
pola pikir, merasakan dan bertindak.
KONSUMERISME
Konsumerisme
adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok
melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang
hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan
berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari
suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah
untuk dihilangkan.
Konsumerisme
itu sendiri merupakan gerakan konsumen (consumer movement) yang
mempertanyakan kembali dampak-dampak aktivitas pasar bagi konsumen
(akhir). Dalam pengertian lebih luas, istilah konsumerisme, dapat
diartikan sebagai gerakan yang memperjuangkan kedudukan yang seimbang
antara konsumen, pelaku usaha dan negara dan gerakan tidak sekadar hanya
melingkupi isu kehidupan sehari-hari mengenai produk harga naik atau
kualitas buruk, termasuk hak asasi manusia berikut dampaknya bagi
konsumer.
a. Masyarakat Konsumerisme
Dalam
ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang
terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa
struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran
hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya
mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi
sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode
yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal
konsumsi.
b. Proses Gaya Hidup
Dalam
masyarakat komoditas atau konsumer terdapat suatu proses adopsi cara
belajar menuju aktivitas konsumsi dan pengembangan suatu gaya hidup
(Feathersone, 2005). Pembelajaran ini dilakukan melalui majalah, koran,
buku, televisi, dan radio, yang banyak menekankan peningkatan diri,
pengembangan diri, transformasi personal, bagaimana mengelola
kepemilikan, hubungan dan ambisi, serta bagaimana membangun gaya hidup.
Bagaimana menghindar dari konsumerisme?
Mengonsumsi
sebenarnya merupakan kegiatan yang wajar dilakukan. Namun, dewasa ini
disadari bahwa masyarakat tidak hanya mengonsumsi, tapi telah terjebak
ke dalam budaya konsumerisme. Budaya ini dikatakan berbahaya karena
berakses negatif terhadap lingkungan hidup, juga meluruhnya hubungan
sosial dan bertahtanya kesadaran palsu di benak masyarakat. Sekarang
sudah saatnya menjadi konsumen yang cerdas dan kritis, bukan lagi
saatnya menjadi -- dalam istilah Bre Redana -- mindless consumer,
konsumen yang tidak berotak, pasif, dan gampang dibodohi.
Mulailah mengendalikan diri dan membelanjakan uang hanya untuk barang
yang benar-benar kita perlukan, jangan mudah terpengaruh dengan rayuan
untuk membeli dan mulai mempertanyakan proses di balik pembuatan barang
yang akan kita beli. Sebagai konsumen, kita berhak melakukannya karena
kita adalah raja
c. Budaya konsumerisme
Dalam
ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang
terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa
struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran
hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya
mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi
sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode
yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal konsumsi.
Dalam
nalar Freudian hasrat untuk mengonsumsi secara mendasar adalah sesuatu
yang bersifat instingtual. Ia berada dalam fase pertama perkembangan
struktur psikis manusia: yaitu id. Pada fase id ini semua tindakan
mengacu atau didasari oleh prinsip kesenangan-kesenangan yang bersifat
spontan. Adalah jelas bahwa tindakan untuk mencapai kepuasan dan
kesenangan spontan ini dalam fase id bersifat irasional. Mengkonsumsi
pada awalnya terkait dengan tindakan menggapai kepuasan secara
irasional, spontan dan temporal – fase id struktur psikis manusia.
KESIMPULAN
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu
perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup
masyarakat.
Dampak yang paling kontras dirasakan dikalangan masyarakat ialah
perubahan gaya hidup dan pola tingkah laku yang menuntut masyarakat
bersikap serba instant sehingga menyebabkan terjadi pergeseran
nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat. Media massa mempengaruhi
gaya hidup masyarakat untuk menjadi serupa dengan apa yang disajikan
oleh media. Sadar atau tidak masyarakat pun masuk kedalamnya bahkan
menuntut lebih dari itu. Kehadiran media massa dirasakan lebih
berpengaruh terhadap generasi muda yang sedang berada dalam tahap
pencarian jati diri.
Dukungan media massa yang semakin canggih ini memudahkan manusia dalam memperoleh berbagai informasi
Kubutuhan masyrakat yang begitu komplek di manfaatkan media massa untuk
mempengaruhi daya beli masyarakat sehingga muncullah budaya konsumerisme.
BAGIAN V
PEREMPUAN, MEDIA DAN PORNOGRAFI
Media, ketika kita tidak bisa mengontrol diri maka akan menimbulkan peran negatif bagi kita. Terutama, peran negatif tersebut mempengaruhi secara dominan. Media dewasa ini bersifat lebih canggih karena zaman yang terus berkembang menjdi lebih modern. Contohnya media kali ini lebih berperan di visual atau penglhatan mata yang menarik. Bermain cantik pada warna, desain, tampilan, dan lain-lain untuk memikat komunikan agar mampu menerap pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Namun disini, ketika media menyuguhkan tampilan yang tidak baik, contohnya adalah pornografi, maka akan
timbullah kerusakan pada sel-sel otak kita. Ketika kita sebagai komunikan
hendak menerima pesan, namun pesan yang disampaikan itu tidak baik, namun dalam
tampilan visual itu akan sangat berpengaruh pada cara bekerja otak kita yang
menyimpan memori. Alhasil, terjadilah kekrasan, kriminalitas, bahkan peerkosaan
terhadap wanita.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI
Pasal 1
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat
Pasal 1
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat
Asociation of Education Comunication Technology (AECT): Media adalah
segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran
pesan.
Dalam bahasan ini pesan yang dimaksud adalah konten pornografi.
Perempuan Merupakan objek utama dari pornografi itu sendiri.
Dalam bahasan ini, posisinya adalah korban.
TUGAS SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Oleh: Natasya Kania - C1021411RB4003
Ilmu Komunikasi - FIKA
Universitas Sangga Buana YPKP Bandung