Perubahan Sosial
Satu
aspek yang mengalami perubahan akan mengakibatkan perubahan terhadap
aspek-aspek yang lain, pernyataan ini mungkin sangat dekat dengan teori sistem
tentang masyarakat sebagai suatu kesatuan yang saling berkaintan. Perubahan
pada tingakat makro akan berimplikasi pada tataran mezo dan mikro atau
sebalikanya.
Berbicara
tentang perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu
tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum
dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya,
ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat, meski terus
berubah. Maka konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan : pertama,
perbedaan. Kedua, pada waktu berbeda. Dan ketiga, diantara keadaan sistem sosial
yang sama. Kecermatan dalam menganalisis perubahan sosial dan menemukan
pembedaan dalam hal tersebut haruslah memperhatikan tiga hal dasar tersebut.
Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sitem sosial
sebagai satu kesatuan. Perubahan sosial ini tidak berarti selamanya merupakan
sebuah kemajuan (progress), melainkan disatu sisi perubahan sosial juga bisa
merupakan kemunduran (regress).
Revolusi
identik dengan pemberontakan. Dalam hal ini revolusi memiliki peran yang besar
dalam perubahan sosial. Revolusi industri
menyebabkan perubahan struktur sosial masyarakat dari struktur tuan tanah-buruh
tani menjadi pemilik modal-buruh pabrik. Karena telah ditemukannya berbagai
macam jenis mesin yang baru, sehingga menyebabkan struktur perekonimian dari
petani menjadi buruh pabrik. Revolusi industri inipun melalui proses yang
terbilang lama, meskipun dalam istilahnya digunakan kata revolusi, namun
kecepatan suatu perubahan itu relatif. Contoh lain revolusi yang meletus pada
oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahn besar
Negara Rusia yang mula-mula berbentuk kerajaan absolut berubah menjadi negara diktator
proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis.
Faktor-faktor
yang Mendorong Perubahan Sosial
Ada beberapa
faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan sosial. Faktor-faktor tersebut
bisa saja terjadi dalam diri suatu masyarakat, dan dapat pula terjadi karena
adanya faktor-faktor dari luar masyarakat. Adapun faktor-faktor yang
mendukung terjadinya perubahan sosial adalah sebagai berikut.
- Penduduk yang heterogen.
- Sistem pendidikan formal yang maju.
- Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
- Toleransi.
- Kontak dengan kebudayaan lain.
- Sistem terbuka lapisan masyrakat (open stratification).
- Orientasi ke masa depan.
- Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
- Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Ke Sembilan faktor tersebut dimiliki
masyarakat Indonesia saat terjadinya kerusuhan 98.
Jika
berbicara mengenai perubahan sosial, Indonesia juga tak lepas dari proses
tersebut. Jika dirunut dari zaman penjajahan dahulu, Indonesia telah banyak
mengalami perubahan. Bahkan dalam berbagai aspek. Sosial budaya, ekonomi,
bahkan perpolitikan. Namum perubahan sosial yang paling mencolok dan dapat
dikatakan perubahan yang paling besar pengaruhnya sepanjang sejarah Indonesia
adalah reformasi 1998. Transisi dari masa orde baru dibawah kepemimpinan
Soeharto menuju masa reformasi, yaitu ketika lengsernya Soeharto dari
jabatannya. Banyak kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada masa orde baru
dirombak dan diubah oleh B.J Habibie sebagai presiden Indonesia yang
menggantikan Soeharto, setelah lengsernya Soeharto. Serangkaian peristiwa
sebelum turunnya Soeharto dari jabatannya termasuk salah satu proses perubahan
sosial.
Dalam
teori perubahan sosial, terdapat teori revolusi, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas. Revolusi adalah proses perubahan secara cepat, namun cepat
dalam hal ini adalah relatif. Bisa saja sebuah revolusi tetapi proses yang
terjadi justeru terkesan lama. Serangkaian peristiwa pemberontakan,
demonstrasi, dan sekian aksi unjuk rasa hingga akhirnya rakyat Indonesia yang
kontra terhadap sistem kepemimpinan Soeharto, berhasil menggulingkan presiden
ke dua republik Indonesia itu. Sehingga pada waktu itu mulai dari orde baru,
pemberontakan-pemberontakan, penyerahan kepemimpinan pada B. J. Habibie, hingga
masa kepemimpinan Indonesia beralih ke tangan Habibie terjadi dalam kurun waktu
yang cukup singkat, sehingga hal ini dapat dikategorikan sebagai sebuah proses
revolusi. Meskipun melalui berbagai rangkaian peristiwa, agar lebih jelasnya
kami akan memaparkan sedikit rangkaian peristiwa yang penting, yang mengawali
era pasca orde baru atau dikenal dengan era reformasi Indonesia.
Peristiwa
kerusuhan pada Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial politik
masyarakat Indonesia pada masa itu, yang ditandai dengan rentetan peristiwa
Pemilu 1997, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR RI Tahun 1998, demonstrasi
simultan mahasiswa, penculikan para aktivis dan tertembaknya mahasiswa
Trisakti. Pada peristiwa inilah rangkaian kekerasan yang berpola dan beruntun
yang terjadi secara akumulatif dan menyeluruh, dapat dilihat sebagai titik api
bertemunya dua proses pokok yakni proses pergumulan elit politik yang intensif
yang terpusat pada pertarungan politik tentang kelangsungan rezim Orde Baru dan
kepemimpian Presiden Suharto yang telah kehilangan kepercayaan rakyat dan
proses cepat pemburukan ekonomi.
Di
bidang politik terjadi gejala yang mengindikasikan adanya pertarungan
faksi-faksi intra elit yang melibatkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam
pemerintahan maupun masyarakat yang terpusat pada isu penggantian kepemimpinan
nasional. Hal ini tampak dari adanya faktor dinamika politik seperti yang
tampak dalam pertemuan di Makostrad tanggal 14 Mei 1998 antara beberapa pejabat
ABRI dengan beberapa tokoh masyarakat, yang menggambarkan bagian integral dari
pergumulan elit politik. Di samping itu dinamika pergumulan juga tampak pada
tanggung jawab Letjen TNI Prabowo Subianto dalam kasus penculikan aktivis.
Analisa
ini semakin dikuatkan dengan fakta terjadinya pergantian kepemimpinan nasional
satu minggu setelah kerusuhan terjadi, yang sebelumnya telah didahului dengan
adanya langkah-langkah ke arah diberlakukannya TAP MPR No. V /MPR/1998.
Di
bidang ekonomi terjadi krisis moneter yang telab mengakibatkan membesarnya
kesenjangan sosial ekonomi, menguatnya persepsi tentang ketikdakadilan yang
semakin akut dan menciptakan dislokasi sosial yang luas yang amat rentan
terhadap konflik vertikal (antarkelas) dan horizontal (antargolongan).
Di
bidang sosial, akibat krisis bidang politik dan ekonomi, nampak jelas gejala
kekerasan massa yang eksesif yang cenderung dipilih sebagai solusi penyelesaian
masalah, misalnya dalam bentuk penjarahan di antara sesama penduduk di daerah.
Begitu pula adanya sentimen ras yang laten dalam masyarakat telah merebak
menjadi rasialisme terutama di kota-kota besar. Di samping itu identitas
keagamaan telah terpaksa digunakan oleh sebagian penduduk sebagai sarana untuk
melindungi diri sehingga menciptakan perasaan diperlakukan secara diskriminstif
pada golongan agama lain. Mudah dipahami bahwa latar belakang
kekerasan-kekerasan itu telah menjadikan peristiwa penembakan mahawiswa
Universitas Trisakti sebagai pemicu kerusuhan berskala nasional.
Krisis
finansial yang menyebabkan ekonomi
Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi
mahasiswa berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari
setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah
tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkan kepemimpinan kepada
wakil presiden B. J. Habibie.
Jika
dilihat dari beberapa peristiwa pemberontakan dan demonstrasi yang dilakukan
oleh para mahasiswa, sebenarnya inilah yang memicu perubahan dalam hal ini yang
memengaruhi pemerintah terutama presiden Soeharto untuk mengambil beberapa
keputusan dan kebijakan. Karena tindakan pemberontakan para mahasiswa ini
Soeharto merasa ditekan dan merasa harus segera mengambil keputusan besar,
yaitu mengundurkan diri. Karena rakyat merasa tidak puas dengan kepemerintahan
Soeharto. Sehingga di sinilah terjadi perubahan besar pada negara ini. Yaitu
pergantian seorang peresiden, dan pergantian ini membawa perubahan-perubahan
lain di negara ini, bahkan di semua aspek. Seperti yang telah dijelskan di
atas, kebijakan-kebijakan yang dulu diterapakan pada masa pemerinthan Soeharto,
dirombak oleh Habibie dan menerapkan kebijakan-kebijakan baru dalam pemerintahannya.
Hal ini tentu berdampak pada kehidupan rakyat Indonesia, karena transisi dari
masa orde baru menuju era reformasi pada pemeintahan Habibie terhitung relatif
cepat.
Beberapa
gambaran kondisi Indonesia dengan kebijakan yang diterapkan pada masa orde baru
oleh Soeharto selama masa kepemimpinannya. Pada awal zaman orde baru program
pemerintah semata-mata diarahkan kepada usaha penyelamatan ekonomi nasional,
terutama berupa usaha memberantas inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah pada waktu itu melakukan program
stabilisasi dan rehabilitasi. Stabilisasi berarti pengendalian inflasi, agar
harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. Sedangkan rehabilitasi adalah
rehabilitasi secara fisik prasarana-prasarana, ekspor, alat-alat produksi yang
banyak megalami kerusakan. Soeharto pada waktu itu juga menerapkan
program repelita (rencana pembangunan lima tahun). Kondisi perekonomian
terkesan baik dan terlihat mensejahterakan rakyat. Namun ternyata di balik kemakmuran
yang terlihat, ternyata Indonesia memiliki utang luar negeri yang tidak
sedikit. Soeharto membangun dan memperbaiki perekonomian negara ini dari
utang-utang yang dipinjam pada negara-negara maju. Bahkan pada waktu itu,
awal-awal orde baru utang Indonesia kepada luar negeri meliputi sekitar
2,3 miliyar dolar, ditambah dengan tunggakan-tunggakan tahun sebelumnya. Inilah
yang sampai sekarang di sebut Soeharto meninggalkan warisan hutang yang banyak
pada generasi sesudahnya. Selain masalah inflasi tadi, kebebasan pers di
Indonesia pada waktu itu juga mengalami pengekangan dari pemerintah. Maka
hal-hal inilah yang semakin hari semakin menekan rakyat Indonesia karena merasa
Soeharto terlalu otoriter dalam pemerintahannya. Akhirnya meledaklah semua kekecewaan
rakyat terhadap pemerintah, dan menyebab berbagai aksi-aksi pemberontakan.
Sedangkan
ketika tampuk pemerintahan telah di tangan Habibie, beberapa kebijakan yang
diterpkan olehnya seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers,
kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU subversi. Perubahan perekonomian
dimulai dari kerja sama dengan Dana Moneter Indonesia. Sehingga jelas dengan
perubahan-perubahan yang diambil oleh Habibie itu kemudian melahirkan
perubahan-perubahan lain di berbagai bidang.
TUGAS SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Oleh: Natasya Kania - C1021411RB4003
Ilmu Komunikasi - FIKA
Universitas Sangga Buana YPKP Bandung
Makasih yaa kak,,ngebantu banget-!!
BalasHapus