Selasa, 15 November 2016

Perubahan Sosial dan Revolusi Indonesia 1998



Perubahan Sosial
Satu aspek yang mengalami perubahan akan mengakibatkan perubahan terhadap aspek-aspek yang lain, pernyataan ini mungkin sangat dekat dengan teori sistem tentang masyarakat sebagai suatu kesatuan yang saling berkaintan. Perubahan pada tingakat makro akan berimplikasi pada tataran mezo dan mikro atau sebalikanya.

Berbicara tentang perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat, meski terus berubah. Maka konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan : pertama, perbedaan. Kedua, pada waktu berbeda. Dan ketiga, diantara keadaan sistem sosial yang sama. Kecermatan dalam menganalisis perubahan sosial dan menemukan pembedaan dalam hal tersebut haruslah memperhatikan tiga hal dasar tersebut. Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sitem sosial sebagai satu kesatuan. Perubahan sosial ini tidak berarti selamanya merupakan sebuah kemajuan (progress), melainkan disatu sisi perubahan sosial juga bisa merupakan kemunduran (regress).

Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan sosial adalah Terjadinya pemberontakan atau revolusi.
 
Revolusi identik dengan pemberontakan. Dalam hal ini revolusi memiliki peran yang besar dalam perubahan sosial. Revolusi  industri menyebabkan perubahan struktur sosial masyarakat dari struktur tuan tanah-buruh tani menjadi pemilik modal-buruh pabrik. Karena telah ditemukannya berbagai macam jenis mesin yang baru, sehingga menyebabkan struktur perekonimian dari petani menjadi buruh pabrik. Revolusi industri inipun melalui proses yang terbilang lama, meskipun dalam istilahnya digunakan kata revolusi, namun kecepatan suatu perubahan itu relatif. Contoh lain revolusi yang meletus pada oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahn besar  Negara Rusia yang mula-mula berbentuk kerajaan absolut berubah menjadi negara diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis.

Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Sosial
Ada beberapa faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan sosial. Faktor-faktor tersebut bisa saja terjadi dalam diri suatu masyarakat, dan dapat pula terjadi karena adanya faktor-faktor dari luar  masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mendukung terjadinya perubahan sosial adalah sebagai berikut.
  1. Penduduk yang heterogen.
  2. Sistem pendidikan formal yang maju.
  3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
  4. Toleransi.
  5. Kontak dengan kebudayaan lain.
  6. Sistem terbuka lapisan masyrakat (open stratification).
  7. Orientasi ke masa depan.
  8. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
  9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Ke Sembilan faktor tersebut dimiliki masyarakat Indonesia saat terjadinya kerusuhan 98.


Revormasi Indonesia 1998
 
Jika berbicara mengenai perubahan sosial, Indonesia juga tak lepas dari proses tersebut. Jika dirunut dari zaman penjajahan dahulu, Indonesia telah banyak mengalami perubahan. Bahkan dalam berbagai aspek. Sosial budaya, ekonomi, bahkan perpolitikan. Namum perubahan sosial yang paling mencolok dan dapat dikatakan perubahan yang paling besar pengaruhnya sepanjang sejarah Indonesia adalah reformasi 1998. Transisi dari masa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto menuju masa reformasi, yaitu ketika lengsernya Soeharto dari jabatannya. Banyak kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada masa orde baru dirombak dan diubah oleh B.J Habibie sebagai presiden Indonesia yang menggantikan Soeharto, setelah lengsernya Soeharto. Serangkaian peristiwa sebelum turunnya Soeharto dari jabatannya termasuk salah satu proses perubahan sosial.

Dalam teori perubahan sosial, terdapat teori revolusi, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Revolusi adalah proses perubahan secara cepat, namun cepat dalam hal ini adalah relatif. Bisa saja sebuah revolusi tetapi proses yang terjadi justeru terkesan lama. Serangkaian peristiwa pemberontakan, demonstrasi, dan sekian aksi unjuk rasa hingga akhirnya rakyat Indonesia yang kontra terhadap sistem kepemimpinan Soeharto, berhasil menggulingkan presiden ke dua republik Indonesia itu. Sehingga pada waktu itu mulai dari orde baru, pemberontakan-pemberontakan, penyerahan kepemimpinan pada B. J. Habibie, hingga masa kepemimpinan Indonesia beralih ke tangan Habibie terjadi dalam kurun waktu yang cukup singkat, sehingga hal ini dapat dikategorikan sebagai sebuah proses revolusi. Meskipun melalui berbagai rangkaian peristiwa, agar lebih jelasnya kami akan memaparkan sedikit rangkaian peristiwa yang penting, yang mengawali era pasca orde baru atau dikenal dengan era reformasi Indonesia.

Peristiwa kerusuhan pada Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial politik masyarakat Indonesia pada masa itu, yang ditandai dengan rentetan peristiwa Pemilu 1997, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR RI Tahun 1998, demonstrasi simultan mahasiswa, penculikan para aktivis dan tertembaknya mahasiswa Trisakti. Pada peristiwa inilah rangkaian kekerasan yang berpola dan beruntun yang terjadi secara akumulatif dan menyeluruh, dapat dilihat sebagai titik api bertemunya dua proses pokok yakni proses pergumulan elit politik yang intensif yang terpusat pada pertarungan politik tentang kelangsungan rezim Orde Baru dan kepemimpian Presiden Suharto yang telah kehilangan kepercayaan rakyat dan proses cepat pemburukan ekonomi. 

Di bidang politik terjadi gejala yang mengindikasikan adanya pertarungan faksi-faksi intra elit yang melibatkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam pemerintahan maupun masyarakat yang terpusat pada isu penggantian kepemimpinan nasional. Hal ini tampak dari adanya faktor dinamika politik seperti yang tampak dalam pertemuan di Makostrad tanggal 14 Mei 1998 antara beberapa pejabat ABRI dengan beberapa tokoh masyarakat, yang menggambarkan bagian integral dari pergumulan elit politik. Di samping itu dinamika pergumulan juga tampak pada tanggung jawab Letjen TNI Prabowo Subianto dalam kasus penculikan aktivis.
Analisa ini semakin dikuatkan dengan fakta terjadinya pergantian kepemimpinan nasional satu minggu setelah kerusuhan terjadi, yang sebelumnya telah didahului dengan adanya langkah-langkah ke arah diberlakukannya TAP MPR No. V /MPR/1998. 

Di bidang ekonomi terjadi krisis moneter yang telab mengakibatkan membesarnya kesenjangan sosial ekonomi, menguatnya persepsi tentang ketikdakadilan yang semakin akut dan menciptakan dislokasi sosial yang luas yang amat rentan terhadap konflik vertikal (antarkelas) dan horizontal (antargolongan). 

Di bidang sosial, akibat krisis bidang politik dan ekonomi, nampak jelas gejala kekerasan massa yang eksesif yang cenderung dipilih sebagai solusi penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk penjarahan di antara sesama penduduk di daerah. Begitu pula adanya sentimen ras yang laten dalam masyarakat telah merebak menjadi rasialisme terutama di kota-kota besar. Di samping itu identitas keagamaan telah terpaksa digunakan oleh sebagian penduduk sebagai sarana untuk melindungi diri sehingga menciptakan perasaan diperlakukan secara diskriminstif pada golongan agama lain. Mudah dipahami bahwa latar belakang kekerasan-kekerasan itu telah menjadikan peristiwa penembakan mahawiswa Universitas Trisakti sebagai pemicu kerusuhan berskala nasional.

Krisis finansial yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi mahasiswa berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkan kepemimpinan kepada wakil presiden B. J. Habibie.

Jika dilihat dari beberapa peristiwa pemberontakan dan demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa, sebenarnya inilah yang memicu perubahan dalam hal ini yang memengaruhi pemerintah terutama presiden Soeharto untuk mengambil beberapa keputusan dan kebijakan. Karena tindakan pemberontakan para mahasiswa ini Soeharto merasa ditekan dan merasa harus segera mengambil keputusan besar, yaitu mengundurkan diri. Karena rakyat merasa tidak puas dengan kepemerintahan Soeharto. Sehingga di sinilah terjadi perubahan besar pada negara ini. Yaitu pergantian seorang peresiden, dan pergantian ini membawa perubahan-perubahan lain di negara ini, bahkan di semua aspek. Seperti yang telah dijelskan di atas, kebijakan-kebijakan yang dulu diterapakan pada masa pemerinthan Soeharto, dirombak oleh Habibie dan menerapkan kebijakan-kebijakan baru dalam pemerintahannya. Hal ini tentu berdampak pada kehidupan rakyat Indonesia, karena transisi dari masa orde baru menuju era reformasi pada pemeintahan Habibie terhitung relatif cepat.

Beberapa gambaran kondisi Indonesia dengan kebijakan yang diterapkan pada masa orde baru oleh Soeharto selama masa kepemimpinannya. Pada awal zaman orde baru program pemerintah semata-mata diarahkan kepada usaha penyelamatan ekonomi nasional, terutama berupa usaha memberantas inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah pada waktu itu melakukan program stabilisasi dan rehabilitasi. Stabilisasi berarti pengendalian inflasi, agar harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. Sedangkan rehabilitasi adalah rehabilitasi secara fisik prasarana-prasarana, ekspor, alat-alat produksi yang banyak megalami kerusakan. Soeharto pada waktu itu juga menerapkan  program repelita (rencana pembangunan lima tahun). Kondisi perekonomian terkesan baik dan terlihat mensejahterakan rakyat. Namun ternyata di balik kemakmuran yang terlihat, ternyata Indonesia memiliki utang luar negeri yang tidak sedikit. Soeharto membangun dan memperbaiki perekonomian negara ini dari utang-utang yang dipinjam pada negara-negara maju. Bahkan pada waktu itu, awal-awal orde baru  utang Indonesia kepada luar negeri meliputi sekitar 2,3 miliyar dolar, ditambah dengan tunggakan-tunggakan tahun sebelumnya. Inilah yang sampai sekarang di sebut Soeharto meninggalkan warisan hutang yang banyak pada generasi sesudahnya. Selain masalah inflasi tadi, kebebasan pers di Indonesia pada waktu itu juga mengalami pengekangan dari pemerintah. Maka hal-hal inilah yang semakin hari semakin menekan rakyat Indonesia karena merasa Soeharto terlalu otoriter dalam pemerintahannya. Akhirnya meledaklah semua kekecewaan rakyat terhadap pemerintah, dan menyebab berbagai aksi-aksi pemberontakan.

Sedangkan ketika tampuk pemerintahan telah di tangan Habibie, beberapa kebijakan yang diterpkan olehnya seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU subversi. Perubahan perekonomian dimulai dari kerja sama dengan Dana Moneter Indonesia. Sehingga jelas dengan perubahan-perubahan yang diambil oleh Habibie itu kemudian melahirkan perubahan-perubahan lain di berbagai bidang.



TUGAS SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Oleh: Natasya Kania - C1021411RB4003
Ilmu Komunikasi - FIKA
Universitas Sangga Buana YPKP Bandung

1 komentar:

 

Sharing, Loving, Giving Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang